Review 2014
Raflesia, 26 Desember 2014
Akhir-akhir ini
menjadi sedikit sulit bagiku, ketika engaku 2014 menjadi tahun yang mengukir
luka para sahabatku. Sebelumnya dalam rentan 2009-2013 sahut menyahut senyum
mereka menjadi hadiah perjalanan yang membuatku ingin seperti mereka.
Satu per
satu sahabatku menemukan tempat dimana mereka melabuhkan hatinya. Mebangun
bahtera baru menyongsong cerita yang kelak akan menjadi abadi dan dikenang
generasi lanjutan. Namun ketika bertemu denganmu 2014 seakan membuktikan padaku
bahwa tak ada yang abadi meski sekeras
apapun mereka berjuang tapi tetap saja semua yang mereka bangun tidak bisa lagi
diindahkan. Lerai banyu yang mengalir di sudut penglihatan mereka ikut
mengoyahkan hati ini. Renyuh rasanya ketika mereka mencurahkan kesah laranya,
tak banyak yang bisa aku lakukan hanya sebatas pendengar yang baik dengan
segala empati sedari hati. Namanya perjalanan tak mungkin lurus tanpa banyak
liku dan kerikil bahkan persimpangan di dalamnya. Sedikit ironis memang
sahabatku yang terlihat bahagia dari kejauhan namun ketika tabir tersibak
tampak seluruh perih lara. “Boleh jadi saat kau melihat... Saat itu pula kau
buta”.
Kami mempunyai
pemikiran yang sama tentang pernikahan berupa sesuatu yang sangat sakral dan
harus dipertahankan sampai mati. Berbicara memang mudah namun sejatinya tak
semudah itu. Sahabatku akhirnya menyerah meski berusaha sekeras mungkin
mempertahankannya. Masalahnya terlihat sepele diawalnya namun menjadi
komplikasi ketika melibatkan berbagai pihak.
Awalnya aku sangat
kaget ketika mereka datang satu persatu padaku untuk berbagi bebannya. Namun
setelah menjadi pendengar yang baik bagi mereka akhirnya aku mengerti mengapa
mereka memutuskan untuk menyerah dan berpisah. Dinamika yang sangat kompleks
ibarat simala kama, benar kata salah seorang dari mereka tangan kita terlalu
kecil untuk menggengam dunia sehingga kita tidak akan mungkin bisa memiliki
segala yang kita mau serta memulihkan rasa akibat penghianatan tidak semudah
membalikkan laptop. “Saat kita kehilangan satu hal setidaknya kita harus
berusaha menyelamatkan hal lain yang berharga” bukankah tidak semua yang kita
inginkan dapat kita miliki dan yang kita miliki juga bukan mutlak milik kita”.
Dalam hidupku aku mengalami masalah pencernaan,
ya... masalah dalam mencerna semua yang terjadi dalam perjalananku. Namun
ketika mereka datang padaku dengan semua masalahnya justru membantuku dalam
mencerna proses kehidupan ini. Dulu aku resah ketika tuhan belum juga
mempertemukanku dengan jodohku. Sekarang
secara perlahan aku mengerti bahwa Allah sedang mempersiapkanku untuk menjadi
lebih baik dengan meluaskan pandanganku tentang kehidupan, pernikahan dan
tanggung jawab. Aku percaya apa bila waktunya tiba engkau akan memberiku jodoh
terbaik dengan cara yang baik dan pada waktu terbaik. Untuk kalian temanku
“maaf., baru bisa menjadi pendengar yang baik dengan segala empati sedari hati
ini semoga dengan berbagi setidaknya bisa mengurangi sedikit beban kalian,.
Dalam doa kututurkan semoga kita dapat jadi lebih baik., menjadi lebih bijak
lagi,. (amin)”.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar